Hati-Hati, Ada Buku Panduan Shalat, Tapi Kristen!
Senin, 30 April 2012
Bismillahirrahmanirrahim
DALAM Al-Quran sering ditemukan kata Aqimus Sholah (tegakkan Shalat), sebagai bagian dari perintah Allah kepada kaum Muslim untuk beribadah. Tapi jangan keliru, belakangan ini, kalangan Kristen Otodox Syiria (KOS) juga menggunakan bahasa serupa yang juga mirip dengan bahasa Al-Quran ini. Baru-baru ini, kalangan Kristen Ortodox Syiria menerbitkan buku berjudul “Shalat Rabbaniyah” yang ditulis oleh Ignatius Bambang Soetawan. Bambang adalah alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teoogi Prajnawidya Yogyakarta, 1971. Jika tidak paham, peristiwa ini bisa-bisa mengecoh umat Islam semua. Apalagi selain menggunakan bahasa-bahasa mirip Al-Quran, kalangan Kristen Ortodok Syiria juga menggunakan simbol-simbol mirip Islam. Seperti jilbab dll. Kembali ke butu tadi, isi buku setebal 120 halaman tersebut adalah tafsir ringkas (refleksi) tentang “Doa Dapa Kami” yang dikutip dari Injil Matius 6: 9-13. Selain buku mirip bahasa khas Islam tersebut, Yayasan Misi Orthodoxia yang diketuai oleh Pendeta Yusuf Roni juga menerbitkan buku panduan shalat kristen yang berjudul ”Kitabus Sab’us-Shalawat” (shalat 7 waktu). Melalui surat ini, kami menghimbau saudara-saudara Muslim agar tidak terkecoh dengan symbol-simbol surban, baju ala nabi, jenggotnya panjang, celana cingkrang, wanita berjilbab, sebab bisa jadi itu adalah pengikut Kristen Ortodox Syiria. Meski pakaian mereka mirik kaum Muslim, satu hal yang pasti berbeda, ajaran mereka anti syariat Islam (hukum Allah Subhanahu Wata'ala).
Karenanya, jangan kaget bila suatu
hari Anda menemukan orang yang shalat, berjilbab atau berbaju koko layaknya
Muslim ( dengan peci atau seolah-olah doanya berbahasa Arab atau seolah ada
gambar kaligrafi Arab), itulah sekte Kristen Ortodox Syiria (KOS).
Tentang gambaran Kristen Ortodox Syiria (KOS) dan seluk-beluk Shalat Tujuh Waktu (Kitabus Sab’us-Shalawat) bisa dibaca di Wikipedia. Mudah-mudahan informasi pendek ini bisa menjadi panduan sekaligus informasi semua kaum Muslim.* Kiriman
Fabiana
Andalusiana
Keterangan: Buku Shalat Rabbaniyah dan Ibadah
KOS yang mirip Muslim/alqiyamah
Red: Cholis Akbar |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KOMENTAR
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Salat tujuh waktu
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Ada usul agar artikel atau bagian
ini digabungkan dengan Ibadah harian (Kristen).
(Diskusikan) Diusulkan sejak April 2011.
|
Gaya
penulisan artikel atau bagian ini tidak atau kurang cocok untuk Wikipedia.
Silakan lihat halaman pembicaraan. Lihat juga panduan menulis artikel yang lebih baik. |
Artikel ini tidak memiliki
paragraf pembuka yang sesuai dengan standar Wikipedia.
Artikel ini harus didahului dengan kalimat pembuka: Salat tujuh waktu adalah ........ Tolong bantu Wikipedia untuk mengembangkannya dengan menulis bagian atau paragraf pembuka yang informatif sehingga pembaca awam mengerti apa yang dimaksud dengan "Salat tujuh waktu". |
Salat
Tujuh Waktu
|
|
salat tujuh waktu. |
|
Berhubungan dengan
|
Barangkali agak
asing rupanya, jika orang Kristen berbicara tentang salat. Karena kata Salat
atau Sembahyang itu sendiri jarang disinggung-sentuh oleh orang Kristen.
Padahal jauh sebelum saudara kita kaum Muslim menggunakan kata ini, orang Kristen Orthodox telah
menggunakan kata “Salat” saat menunaikan ibadah. Kata “Salat” itu sendiri dalam
bahasa Arab, berasal dari kata tselota dalam bahasa Aram (Suriah) yaitu bahasa
yang digunakan oleh Tuhan Yesus sewaktu hidup di dunia. Dan bagi umat Kristen Ortodoks Arab yaitu umat Kristen Ortodoks yang berada di Mesir,
Palestina, Yordania,
Libanon dan daerah Timur-Tengah lainnya menggunakan kata Tselota tadi
dalam bentuk bahasa Arab Salat, sehingga doa “Bapa kami” oleh umat
Kristen Ortodoks Arab disebut sebagai Sholattul
Rabbaniyah.
Dengan demikian
“Salat” itu awalnya bukanlah datang dari umat Islam
atau meminjam istilah Islam. Jauh sebelum agama Islam muncul, istilah Salat
untuk menunaikan ibadah telah digunakan oleh umat Kristen Ortodoks Timur, tentu saja dalam penghayatan yang
berbeda.Salat masih dilakukan di gereja-gereja Arab,
kalau di Gereja Katolik namanya Brevir
atau De Liturgia Horanum. Hampir seluruh Gereja-gereja di Timur
masih melaksanakan Salat Tujuh Waktu (As-Sab’u ash-Shalawat). Dalam
gereja-gereja Ortodoks
jam-jam salat (Arami: ‘iddana tselota; Arab: sa’atush salat) ini masih
dipertahankan tanpa putus sebagai doa-doa baik kaum imam
(klerus) maupun untuk umat
(awam).
Khidmat al-Quddus dan Salat
Dalam teks '''Peshitta'''
(Aramaic, pen.) untuk Kis 2:42 berbunyi: ‘Mereka bertekun dalam pengajaran para
Rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu menjalankan salat-salat
dan merayakan Ekaristi’. Dua corak ibadah ini merupakan
penggenapan dari kedua corak ibadah Yahudi: Mahzor dan Siddur. Mahzor,
ialah perayaan besar yang diselenggarakan 3 kali dalam setahun di kota suci
Yerusalem. Kata yang diterjemahkan "perayaan", dalam bahasa Ibrani: Hag (yang seakar dengan kata Arab: Hajj
).
Ketujuh ibadah
sakramental, khususnya ‘Qurbana de Qaddisa’ (Ekaristi/Perjamuan Kudus) yang meneruskan ibadah
Hag, maupun Salat tujuh waktu non-sakramental, dapat dilacak asal-usulnya dari Siddur
Yahudi.
Term Tselota, Salat dan Shalawat
Kata Arab salat
ternyata berasal dari bahasa Aram Tselota. Contoh kata ini misalnya terdapat
pada Kis 2:42 dalam teks Arami/Syriac : "waminin hu bsyulfana dshliha
wmishtautfin hwo batselota wbaqtsaya deukaristiya" (terjemahan lihat
atas!). Dalam Alkitab bahasa Arab, kedua ibadah itu disebut: ‘kasril khubzi wa
shalawat’ (memecah-mecahkan roti dan melaksanakan salat-salat).
Kata Aram
Tselota merupakan nomen
actionis, yang berarti "ruku’ atau perbuatan membungkukkan badan".
Dari bentuk kata Tselota inilah, bahasa Arab melestarikannya menjadi kata
Salat.
Selanjutnya,
Mar Ignatius Ya’qub III menekankan bahwa orang Kristen hanya "melanjutkan
adab yang dilakukan orang-orang Yahudi dan bangsa Timur lainnya ketika memuji
Allah dalam praktek ibadah mereka" (taba’an lamma kana yaf’alahu al-Yahudi
wa ghayrihim fii al-syariq fii atsna’ mumarasatihim al ‘ibadah). Dan perlu
dicatat bahwa, "pola ibadah ini telah dilestarikan pula oleh umat Muslimin"
(wa qad iqtabasa al-Muslimun aidhan buduruhum hadza al-naun min al ‘ibadah).
Selain dari
itu, gereja mula-mula juga meneruskan adab ‘Tilawat Muzamir’ (yaitu
bagian-bagian Kitab Zabur/Mazmur) dan salat-salat yang ditentukan pada jam-jam
ini (wa qad akhadzat ba’dha al-Kana’is ‘an Yahudu tilawat Muzamir wa shalawat
mu’ayyanat fii hadzihis sa’ah).
Kiblat Salat
Alkitab mencatat
kebiasaan nabi Daniel berkiblat
"ke arah Yerusalem, tiga kali sehari ia berlutut dengan kakinya (ruku’)
mengerjakan salat" (Dan 6:11, dalam bahasa Aram: "negel Yerusyalem, we zimnin
talatah be Yoma hu barek ‘al birkohi ume Tsela" ).
Seluruh umat
Yahudi sampai sekarang berdoa dengan menghadap ke Baitul Maqdis (Ibrani: Beyt ham-Miqdash), di kota
suci Yerusalem. Sinagoga-sinagoga Yahudi di luar Tanah Suci
mempunyai arah kiblat (Ibrani: Mizrah) ke Yerusalem. Kebiasaan ini diikuti oleh umat
Kristen mula-mula, tetapi mulai berkembang beberapa saat setelah tentara Romawi menghancurkan Bait Allah di Yerusalem pada tahun 70 M.
Kehancuran Bait
Allah membuat arah kiblat salat Kristen menjadi ke arah Timur, berdasarkan Yoh
4:21, Kej 2:8, Yeh 43:2 dan Yeh 44:1. Kiblat ibadah ke arah Timur ini masih
dilestarikan di seluruh gereja Timur, baik gereja-gereja Orthodoks yang
berhaluan Kalsedonia (Yunani), gereja-gereja Orthodoks non-Kalsedonia
(Qibtiy/Coptic dan Suriah), maupun minoritas gereja-gereja Nestoria
yang masih bertahan di Irak.
Makna Teologis Ketujuh Waktu Salat
L E Philips,
berdasarkan penelitian arkeologisnya menulis bahwa umat Kristiani paling awal
sudah melaksanakan daily prayers (salat) pada waktu pagi, tengah hari, malam
dan tengah malam.
Ketujuh Salat
dalam gereja purba, yang penyusunannya didasarkan hitungan waktu Yahudi kuno
itu, antara lain :
Salat Sa’at al-Awwal
Salat jam
pertama, kira-kira pukul 06.00 pagi, disebut juga Salat Subuh dalam gereja
Suriah, atau Salat Bakir (Salat bangun tidur) dalam gereja Koptik. Dalam Gereja
Barat (Katolik) disebut Laudes matutinae (pujian pagi).
Salat Sa’at ats-Tsalitsah
Latin: Hora
Tertia, "Salat jam ketiga", jatuh kira-kira sejajar dengan pukul
09.00 pagi, sebanding dengan Salat Duha dalam Islam. Salat pada jam ketiga ini,
karena memperingati pengadilan Pilatus atas Al-Masih (Markus 15:25), dan turunnya Ruh Kudus atas para
muridNya (Kisah Para Rasul 2:15).
Salat Sa’at as-Sadisah
Latin: Hora
Sixta, "Salat jam keenam", yang bertepatan pada jam 12.00 siang.
Rasul Petrus melaksanakannya (Kisah Para Rasul 10:9), raja Daud juga mengenal
salat tengah hari (Ibrani: "Tsohorayim" ). Waktu salat ini dapat
sejajar dengan Salat Zuhur dalam Islam. Pada waktu inilah "Ia telah
disalibkan" (Markus 15:33).
Salat Sa’at at-Tasi’ah
Latin: Hora
Nona, "Salat jam kesembilan", kira-kira pukul tiga petang menurut
hitungan modern (15.00), atau sejajar dengan Salatt ‘Asyar dalam Islam.
Rasul-rasul dengan tekun mengikuti Salat yang dikenal orang Yahudi sebagai
Minhah (Kisah Para Rasul 3:1, 10:30). Dalam Lukas 23:44-46 dikisahkan bahwa
kegelapan meliputi seluruh daerah itu, dan tirai Baitul Maqdis terbelah dua,
lalu Ia menyerahkan nyawaNya.
Salat Sa’at al-Ghurub
Dalam Gereja
Katolik dikenal dengan Verpers
(ibadah sore/senja/Magrib). Waktunya bersamaan dengan terbenamnya matahari,
kira-kira pukul 06.00 petang (18:00) menurut waktu kita. Salat ini untuk
mengingatkan kita pada diturunkannya tubuh Junjungan kita Al-Masih dari kayu salib, lalu dikafani dan
dibaringkan serta diberi rempah-rempah (ruttabat hadza ash-salatu tadkara
li-nuzulu jasada as-sayid al-Masih min ‘ala ash-shalib wa takafiniyat wa wadha’
al-hanuthan ‘alaih ).
Salat al-Naum
Shalat al-Naum
(‘saat berangkat tidur’), kira-kira sejajar dengan salat ‘Isya dalam Islam.
Gereja Katolik menyebut salat ini Vigil (Latin: Vigiliae,
"tirakatan"). Tradisi liturgis Kristiani menghubungkan salat malam
ini "untuk mengingat berbaringnya Junjungan kita al-Masih dalam
kubur" (ruttabat tadzkara li-wadla’a as-sayid al-Masih fi al-qubr ).
Salat as-Satar
Salat tengah
malam (penutup) ini, disebut dalam gereja-gereja kuno dengan berbagai nama: Salat
Lail (Salat malam), Salat Satar ("Pray of Veil", Salat Penutup), atau
Salat Sa’at Hajib Dhulmat (Salat berjaga waktu malam gelap). Dalam bahasa Aram/Suryani
dikenal dengan istilah Tselota Shahra
(Salat waktu berjaga). [bnd. Wahyu 16:15, Kisah Para Rasul 16:25].
Referensi dan Pranala Luar
- http://christianforpeace.blogspot.com/2010/12/umat-kristiani-salat-sembahyang-7-kali.html
- http://www.scribd.com/doc/25460802/Salat-Orthodox
- http://www.facebook.com/note.php?note_id=407572576908
- Ancient Jewish Prayer - תפילה יהודית
- Jewish Prayer - الصلاة اليهودية - כריעות בשמונה עשר
- Early Christians Prayer
- Jews are praying
Selamat datang di Wikipedia bahasa
Indonesia
|
Gereja orthodoks suriah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Artikel ini perlu dirapikan
agar memenuhi standar Wikipedia
Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini. |
Lahirnya Gereja
Syria
Gereja Syria diawali dari Yerusalem yang terdiri
dari para Rasul Yesus Kristus, para penginjil dan orang-orang Yahudi yang telah
menjadi Kristen. Gereja ini kemudian berpindah ke kota Antiokhia, dan kemudian
ke Urhoy (Eddesa) ditambah dengan orang-orang Aramia yang sudah bertobat dan
bangsa-bangsa non-Yahudi yang lain. Gereja ini pertama kali didirikan di
Antiokhia oleh Rasul
Petrus, pemimpin para
rasul, yang dianggap sebagai Patriarkh pertama dari Tahta Suci Rasuliah
Antiokhia. Rasul Petrus sendiri menunjuk Mar Awwad (St. Avodius) dan Mar
Ignatius Sang Pencerah sebagai para pengganti beliau. Mereka kemudian
menggantikan tugas rasulinya setelah Rasul Petrus mati shahid di kota Roma.
Kemudian, kota Antiokhia tidak saja menjadi Gereja Kristen yang pertama, tertua
dan paling terkenal, tetapi juga menjadi dasar dari Kekristenan. Di kota
Antiokhia-lah saat itu para rasul Yesus Kristus disebut sebagai orang-orang
Kristen.
Doktrin Gereja
Syria
Asas keimanan
Gereja Orthodox Syria dapat diringkas sebagai berikut: Gereja ini percaya
sepenuhnya akan Satu pribadi ganda Tuhan Yesus, dan satu sifat ganda yang
terdiri dari dua sifat: yaitu ilahi dan manusiawi, yang tidak dapat bercampur,
tak dapat dipisahkan dan tak berganti-ganti. Dengan kata lain, dua sifat (ilahi
dan manusiawi) tergabung dalam satu sifat yang tanpa bercampur, tak terlebur
dan tak berubah-ubah, tak berganti dan tak rancu. Batasan ini berlaku bagi
semua sifat keilahian dan kemanusiaanNya. Berdasarkan definisi ini,
keilahianNya menyatu dengan kemanusiaanNya, atau dengan tubuhNya, ketika
Almasih disalibkan tidak pernah keilahianNya meninggalkan tubuhNya. Karena itu,
salah besar dan sangat menyimpang dari iman Kristen yang universal bila orang
mengatakan, “Kristus itu disalibkan tubuhNya saja.” Tetapi, sebaiknya
dikatakan, “Firman Allah yang telah menjelma itu adalah Tuhan Yang Mahamulia
yang telah disalibkan,” namun, kami mengatakan, “Ia telah menderita dan wafat
dalam daging (dalam keadaannya sebagai manusia),” sebab keilahianNya tidak
pernah tersentuh penderitaan dan kematiaan. Sebagai konsekuensinya, Maria adalah “Ibu
dari Dia (Firman Allah yang telah menjelma) Yang Ilahi,” dan ungkapan “Engkau
yang telah disalibkan bagi kami” adalah benar sebagaimana diucapkan dan
diyakini dalam Trisagion, yang dialami oleh sifat kedua
dariNya, yaitu Kristus. Asas iman inilah yang dipegang teguh oleh Gereja Syria
Antiokhia dan Gereja Koptik Aleksandria yang telah
menolak Konsili Kalsedonia dan dokumen Leo dari Roma (Buku besar
yang disebut Surat Paus Leo), karena kami hanya mengakui dasar-dasar iman yang
ditetapkan tiga konsili ekumenikal di Nicea tahun 325
Masehi, Konsili Konstantinopel tahun 381 Masehi dan Konsili Efesus 431 Masehi.
“Orthodox” berarti “Iman Yang Benar” yang dikenal oleh umat Syrian, Koptik, Armenia dan Ethiopia. Gereja-gereja
itulah yang disebut sebagai “sister Churches” (Gereja-gereja saudari mereka).
Mereka bersama-sama telah mengalami berbagai penderitaan dan
penganiayaan-penganiayaan yang kejam yang ditujukan kepada mereka oleh Kaisar
Byzantium panganut Konsili Kalsedon tersebut.
Liturgi Bahasa Arami
Bahasa yang
digunakan oleh Yesus dan Kekristenan mula-mula adalah bahasa Aramic (Syriac).
Orang Yahudi juga telah menulis beberapa bagian kitab suci dengan bahasa Aram,
seperti dalam gulungan kitab dari Laut Mati. Gulungan kitab itu ditemukan pada
tahun 1974 oleh Yang Mulia Mar Athanasius Yashu Samuel sebagai Uskup di
Yerusalem (sekarang sebagai Uskup untuk Amerika Serikat dan Canada). Para murid
Yesus, pengikut-Nya dan ibadah yang dilakukan memakai bahasa Aram. Sebab para
penginjil yang memberitakan Injil di Anthiokhia yang berasal dari Yerusalem itu
beribadah dalam bahasa Syria (Arami), maka sudah tentu bahasa Syria (Arami) itu
menjadi bahasa Liturgi gereja Anthiokhia, dan gereja ini memakai liturgi dalam
bahasa Syria (Arami) yang disusun oleh Rasul Yakobus, saudara Tuhan Yesus
sekaligus sebagai uskup pertama di Yerusalem. Semua orang tahu bahwa gereja di
Yeruselam menggunakan Liturgi Rasul Yakobus sampai
berakhirnya ketujuh-belas uskup Syria yang pertama. Namun, ketika para duta
dari Konstantinopel mulai merebut kepemimpinan gereja di Antiokhia, mereka
menggantikan Liturgi Rasul Yakobus dengan Liturgi Basilius dari Kaisarea (379 Masehi)
dan Liturgi John Chrysostom (407 Masehi),
yang diterjemahkan dalam bahasa Arami. Tetapi, Liturgi Rasul Yakobus sendiri
tetap ada di gereja Antiokhia. Itu sebabnya maka Liturgi Syria (Arami) disebut
sebagai Liturgi Antiokhia. Dari Liturgi ini maka dapat dilacak kembali
asal-muasal semua liturgi gereja. Gereja Antiokhia sangat bangga bahwa Liturgi
mereka menggunakan bahasa Syria (Arami), yaitu bahasa yang telah dikuduskan
oleh lidah suci Tuhan kita, dan yang dihormati oleh lidah Maria, IbuNya dan
oleh para rasulNya yang kudus. Dalam bahasa inilah Rasul Matius menuliskan
Injil, dan dalam bahasa inilah Injil diwartakan pertama kali di Yudea, Syria dan
daerah-daerah sekitarnya.
Baktinya bagi Injil
Gereja Syria
menjalankan peranan penting dalam bidang literatur Alkitab. Para sarjana mereka
mengakar dalam lautan misteri Alkitab yang begitu luas dan tak terungkapkan.
Merekalah yang pertama kali menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Syria
(Arami), bahasa mereka sendiri. Kemudian, mereka melakukan pengkajian-pengkajian
yang mendalam yang memperkaya perpustakaan-perpustakaan di Timur dan Barat
dengan berjilid-jilid buku pelajaran dan tafsir Alkitab yang tak terhitung
jumlahnya sekalipun malapetaka dan nasib buruk menimpa tanah kelahiran mereka,
sehingga menyebabkan banyak kerugian karena Perang Dunia I, dan karena
pemusnahan ribuan buku manuskrip kitab-kitab suci yang tak ternilai harganya
itu oleh para musuh mereka. Setelah mereka mempelajari Alkitab dalam bahasa
Arami mereka sendiri, maka mereka melakukan usaha-usaha tanpa lelah dengan
menterjemahkan karya-karya tulis mereka itu ke dalam bahasa-bahasa lain. Maka
sekitar tahun 404 Masehi, Malphan Daniel orang Syria serta Mesroph orang
Armenia itu bekerja sama menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Armenia. Sarjana
bahasa Arami yang berasal dari Arabia dari banu Thayy, Tanukh dan banu Aqula
(Al-Kuufa) menterjemahkan Injil ke dalam bahasa Arab atas perintah Patriarkh
Syria, Mar Yuhanna II, demi memenuhi permintaan Umair Ibnu Saad ibn Abi Waqqass
Al-Anshari, raja di Jaziratul Arabia. Yuhanna bar Yawsef, seorang imam Syria
dari kota Taphliss (selatan Rusia), menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa
Persia pada tahun 1221 Masehi. Pada dasawarsa pertama di abad ke-19, Raban
Philipos orang Syria dari Malabar, India, telah menterjemahkan Alkitab ke dalam
bahasa Malayalam, bahasa yang dipakai di India Selatan. Pada abad lalu, abad
ke-20, Chorepiscopus Mattay Konat orang Syria dari Malabar, telah
menterjemahkan seluruh Perjanjian Baru kecuali kitab Wahyu, ke dalam bahasa Malabar.
Sejumlah besar
manuskrip dari warisan gereja ini yang tak ternilai artinya masih tetap
dilestarikan. Manuskrip-manuskrip itu termasuk yang tertua di dunia, khususnya
yang dipindahkan dari perbendaharaan Biara Gereja Syria di Mesir dan kemudian dibawa
ke perpustakaan-perpustakaan Vatican, London, Milan, Berlin, Paris, Oxford,
Cambridge dan perpustakaan-perpustakaan lain. Beberapa di antara
manuskrip-manuskrip itu ditulis pada abad kelima dan keenam Masehi. Kemudian
versi Injil yang tertua adalah manuskrip Injil dalam bahasa Syria (Arami) yang
ditulis oleh seorang rahib dari kota Eddesa (Urhoy atau Urfa), yaitu Ya’qub
Al-Urfa, di Urhoy pada tahun 411 Masehi. Injil dalam bahasa Arami ini masih
disimpan di British Museum. Dalam kaitan ini, Abuna Martin telah menghimpun 55
manuskrip Injil berbahasa Arami yang berasal dari abad kelima, keenam dan
ketujuh Masehi, jumlah yang cukup besar bila dibandingkan dengan 22 manuskrip
Injil dalam bahasa Latin dan hanya 10 buah manuskrip Injil dalam bahasa Yunani.
Gereja Syria Orthodox sangat teguh dalam kecintaan mereka akan Alkitab sehingga
mereka berusaha menuliskan dan menghiasi Alkitab itu seindah mungkin. Mereka
menggunakan huruf kaligrafi Estrangela dan Serta Barat. Di antara manuskrip
terbaik yang terkenal adalah Injil yang ditulis oleh Patriarkh Rabuula dari
Urhoy (Eddesa atau Urfa) yang diselesaikannya pada tahun 586 Masehi.
Kegiatan
Penginjilan
Orang-orang
Kristen Syria telah membawa obor Injil pertama kali ke seluruh daerah Timur.
Bangsa-bangsa di Timur telah dibimbing oleh terang Injil untuk mengenal
Kristus, sehingga beribu-ribu orang dari berbagai bangsa dan negara, yaitu
bangsa-bangsa Arab dari berbagai suku, bangsa Persia, Afghan, India dan China.
Mereka telah mengambil bagian dalam mewartakan Injil kepada bangsa Armenia.
Pada abad keenam, orang-orang Suryani itu telah membawa kepada penggembalaan
Kristus sejumlah besar warga bangsa Ethiopia dan Nubia melalui jerih lelah
Abuna Yulian, dan sejumlah 70 – 80 ribu orang dari Asia Kecil, Qarya, Phrygia,
dan Lydia melalui jerih lelah Mar Yuhanna dari Amed, yaitu uskup termasyhur
dari Efesus. Syria (Arami) adalah bahasa liturgi dari seluruh gereja Timur
selain digunakan bahasa-bahasa berbagai asal kebangsaan mereka. Gereja
Armenian, misalnya, selain memakai bahasa Syriac (Arami) sehingga karena
menggunakan bahasa ini mereka telah dikucilkan (oleh Gereja-gereja Byzantium),
mereka menulis bahasa Armenia mereka dalam aksara Syria (Arami), sampai
akhirnya Meshrope, salah seorang dari sarjana mereka, bekerja sama dengan
Malfan Daniel orang Syria itu, akhirnya ia menjadi penemu aksara Armenia.